Novi Adriyanti
Akhirnya,
Dani Bisa Menebus Ijazah
Kemiskinan
bukan halangan untuk dapat berkembang lebih baik. Walaupun orangtua miskin,
kehidupan lebih baik dapat diraih, asal ada kemauan untuk berusaha.
Pemikiran
itu terlontar dari Dani Gofur (24), petugas kebersihan (cleaning service) pada
salah satu rumah sakit swasta di Kota Bandung, Mingggu (4/11). Kemisikinan yang
begitu dekat dengan kehidupan justru memicunya untuk belajar dan bekerja dengan
tekun. Dia berharap, itu dapat meringankan beban ekonomi keluaraga.
Dani,
putra keenam dari Sembilan bersaudara itu berkisah bahwa sang ayah berprofesi
sebagai penarik becak. Sementara sang ibu hanya mengurus rumah tangga. Agar
dapat melanjutkan pendidikan, Dani terbiasa menyisihkan sebagian bahkan semua
uang jajan dari orangtuanya untuk ditabung sejak kelas III SD.
“Dari
uang jajan, saya bisa membantu orangtua memenuhi biaya sekolah. Ketika SMP, uang
ongkos yang diberikan orangtua ditabungkan juga. Saya ke sekolah jalan kaki.
Lama waktu yang diperlukan lima belas menit.” ucap Dani yang bersekolah di SMP
swasta.
Uang
hasil menabung itu digunakan untuk membayar SPP. Dia mengaku baru meminta uang
SPP kepada orangtuanya jika uang didalam tabungannya tak cukup. “Dengan cara
seperti itu, saya dapat menamatkan SMP dan melanjutkan ke SMK. Di keluarga, yang
tamat SMA empat orang, SD tiga orang dan SMP satu orang”, katanya disela-sela
membersihkan ruang pasien.
DANI mengatakan, selepas menyelesaikan
pendidikan di SMK jurusan otomotif, dengan keahlian pada bagian mesin bubut,
sebenarnya dia bisa melamar ke tempat lain, sesuai dengan kompetensinya. Namun
ijazahnya ditahan pihak sekolah. Padahal, ijazah sangat diperlukan untuk melamar
pekerjaan. “Minta fotokopiannya juga tidak dikasih. Saya harus melunasi dulu
beberapa biaya sekolah yang belum di bayar. Sejak SMK, memang banyak sekali
biaya sekolah yang belum saya bayar,” ucapnya.
Untuk
menebus ijazah itulah Dani melamar sebagai petugas kebersihan ke satu yayasan
penyalur teaga kerja. Dia mengandalkan ijazah SMP. Setelah lima bulan bekerja,
barulah Dani mampu menebus ijazah SMK tersebut. Dia bayar uang tebusan itu
dengan cara mencicil. Begitu menerima ijazah, Dani senang bukan main. “Saya
menjadi tenaga cleaning service sejak 2008” tuturnya.
Dalam
pandangan Dani, kerja itu tidak semudah memakan gorengan. Jadi jangan sampai
meremehkan pekerjaan sekecil apapun. “Tidak perlu gengsi. Biar rendah, tetapi
tetap halal. Gengsi dikebelakangkan saja. Yang harus dipikirkan adalah masa
depan” ucapnya.
(Novi Adriyanti/Jurnalistik/III/C)
0 comments:
Post a Comment