-->
Powered by Blogger.

Lina Nugraheni


Dept News 


Penerima Grasi Kendalikan Bisnis Narkoba


NARAPIDANA kasus narkoba yang menerima grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Meirika Franola, ternyata masih aktif mengendalikan bisnis barang laknat itu. Ia beraksi dari balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita Tangerang.
Keterlibatan Meirika Franola alias Ola alias Tania diketahui dari keterangan seorang kurir narkoba, Nur Aisyah alias NA, 40, yang ditangkap di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Minggu (4/11). Ia diringkus saat tiba dari India dengan membawa tas punggung yang di dalamnya diselipi sabu seberat 775 gram.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Barat Anang Pratanto mengatakan, dalam pemeriksaan, Nur Aisyah mengaku direkrut pacarnya yang mendekam di LP Tanjung Balai, Asahan, Sumatra Utara. Oleh sang pacar, NA kemudian diserahkan kepada Franola.
"NA ini dikendalikan oleh Ola, napi kasus narkoba yang mendapatkan grasi. Ia harus mematuhi perintah Franola. Ia diberi uang Rp7 juta untuk mengambil sabu di India," jelas Anang di Kantor BNN, Jakarta, kemarin.
Grasi untuk Ola terungkap lewat keterangan juru bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko, Jumat (12/10). Menurutnya, gembong narkoba itu mendapatkan pengurangan hukuman dari pidana mati menjadi seumur hidup. Hadiah yang sama dilimpahkan Presiden buat Deni Satia Maharwan.
Grasi buat Ola ditetapkan lewat Keppres No 35/G/2011 yang ditandatangani Presiden pada 26 September 2011. Adapun grasi untuk Deni melalui Keppres Nomor 07/G/2012 tertanggal 25 Januari 2012.
Humas BNN Sumirat Dwi Cahyo mengatakan, saat membekuk Nur Aisyah, petugas juga menyita satu buku tabungan atas nama SN, satu kartu ATM, telepon seluler, dokumen perjalanan, dan paspor atas nama tersangka. "Kini penyidik tengah mengembangkan pengusutan pada jaringan yang ada di belakang NA."
Terungkapnya sepak terjang Ola yang tetap mengendalikan peredaran narkotika membuat geram pegiat antinarkoba. Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat) Henry Yosodiningrat menyatakan pemberian grasi untuk Ola terbukti menjadi bumerang. Karena itu, Presiden harus menghentikan pemberian grasi untuk terpidana narkoba.
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, tegas Henry, Ola harus disidangkan kembali dengan perkara lain (sebagai pengendali narkoba) dan mesti dihukum seberat-beratnya. "Hukuman mati ya harus dijalankan."
Ketua Presidium Gerakan Antimadat (Geram) Prasetyo Edi Marsudi menegaskan Presiden wajib meninjau ulang pemberian grasi kepada Franola. "Presiden harusnya turun langsung ke lapangan. Jangan hanya mendengar laporan anak buah saja. Sangat keterlaluan dan melanggar HAM orang banyak jika grasi ini tidak dibatalkan," cetusnya.
Henry dan Prasetyo mempertanyakan bagaimana seorang terpidana bisa mengendalikan bisnis narkoba dari balik jeruji besi. Padahal, alat komunikasi tidak boleh dimiliki napi.
Saat dimintai konfirmasi soal masih aktifnya Ola dalam perdagangan narkoba padahal ia mendapatkan grasi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin enggan berkomentar. Ia beralasan belum mengetahui persoalan itu.


Lina Nugraheni
Jurnalistk C
Tugas Penulian berita

0 comments:

Post a Comment