-->
Powered by Blogger.

Cerpen oleh Masitoh Lauryzee Hindy

Teko Emas 


Semburat senja mengukur warna langit disore hari rupanya matahari sudah mulai menciut ke arah barat. Hilir angin dinginpun datang silih berganti menerobos pori-pori kulit sampai membungkus badanku. Malam ini rasanya tulang belulangku mulai copot, raga ini terasa hampir retak, pankreasku terasa diremas-remas. Beginilah hidup sebatang kara tanpa seorangpun menemaniku disini, digubuk disebuah tempat tinggal beratap daun-daun ilalang kering kerontang bersusun rapi. Aku tak punya  pilihan lain jiwaku seakan-akan melayang tinggi. Entah kemana aku akan terus berjalan. Harapanku sudah sirna dan segera ingin malaikat itu datang dan memanggil ajalku.
          Teko emas, ya hanya teko emas disampingku, ku peluk erat dan ku dakap setiap malam. Dimana bintang-bintang itu menangis melihat kesendirianku. Aku tak punya benda lainnya selain teko emas ini. Pemberian dari suamiku sebagai hadiah emas kawin mewah saat kami menikah. Kini umurku 80 tahun lebih 2 bulan, usiaku sangat lanjut, mungkin aku sudah bau tanah namun aku terus bersabar menunggu ajal, menyiasati hidup ini menjaga teko itu selalu berada disampingku.
          Dulu suamiku seorang pria berparas tampan seperti arjuna, ototny pun kuat seperti pemain tinju internasional. Namun ketika aku gadis dia hanya ku kenal sejenak saja. Sulit kupercaya aku akan menikah dengannya. Dia seorang anak bangsawan hidup kemewah-mewahan sedangkan aku hanya gadis biasa diperkampungan.
          Pagi itu bola raksasa menyinari bumi. Aku terpaut janji hidup ssemati dengannya. Aku dipersunting, lalu kuterima lamaran itau tanp abasa-basi. Akan tetapi nasib buruk menimpaku, ia seorang berpendirian keras untuk bermain judi hingga harta yang kami miliki perlahan-lahan ludes. Ia tak pernah berhenti berjuang untuk judi siang dan  malam. Ia memuaskan nafsunya untuk bertaruh sekalipun harus kalah.
          Setelah semua habis, tinggalah teko emas yang tersisa. Teko emas itu setiap kali aku memandangnya mirip teko aladin, mungkinkah ada jin didalamnya dan suatu saat dia akan keluar. Aku tak punyta apapun lagi selain teko emas itu, selimmut bantal, semua perabotan rumah dijadikan jaminan judi hingga akhirnya suamiku kalah berjudi dan menyerahkannya. Aku mengalah, mulutku seperti radio butut ditelinganya.kesedihan menggenang dikedua bola mataku. Pernah kuberpikir mungkin saja baju tnggal satu-satunya akan ia jadikan jaminan untuk berjudi namun terlalu konyol dan tragis bila kupikirkan. Setiap kali ia meminta teko emas itu, aku selalu menahannya dan tak akan  pernah kuberikan pada siapapun janjiku dalma relung hati.
          Aku seorang wanita mandul, tak kudapati keturunan darinya, kami hanya hidup berdua, kemanpun ia pergi, aku menjadi ekornya. Sesudah kehilangan semuanya, suamiku berhenti berjudi, laki-laki berkepala batu itu memberiku sebuah gubuk kecil dipinggir sawah. Sesekalii ia menatapnya namun sesekali ia pasrah akan keadaan. Ia ingin sekali mendapatkan tiket masuk keliang lahat, hingga tertidur pulas selama satu minggu. Dihari ketujuh ia bermimpi bertemu malaikat bersayap putih ke pink-pinkan mendekatinya perlahan-lahan dan jatuh pada perangkapnya
“kau ingin  masuk ke bumi ?” tanya malaikat
“iya kat, aku ingin masuk ke liang lahat, by the way berapa tiketnya?”
“Cuma 2 juta aja, murah kok.”
“tapi uangku sudah habis dipake judi?”
“akh untuk kami gratis aja deh !”
          Akhirnya suamiku pulang untuk selama-lamanya, ia menutup matanya tajam, rona wajahnya berubah sendu, tanpa kata sedikitpun meninggalkanku. Aku terdiam membisu memandang lekat-lekat raut wajahnya, tiada kata yang ingin ku ucap “malaikat kirimkan aku tiket dong, pengen bareng suamiku”.
“kamu entar aja ya, belum waktunya say !” jawaban malaikat
Aku merenung dan langsung kupeluk teko emas itu. Alangkahnya sulit kutaksirkan kehidupan ini saat aku sendiri.
          Siang bolong tiba-tiba saja datang seorang laki-laki berjenggot panjang, umur 80 tahun atau lebih pas disebut kakek-kakek, menagih hutang suamiku dulu, aku taj punya pilihan lain, selain teko emas itu, aku tak tega melihatnya dan kuberikan teko emas itu.
“makasih ya neng, neng udah baik deh sama abang” celetuknya sambil memperlihatkan giginya yang tinggal 2.
          Benar-benar aku tak mengerti, ternyata suamiku puny hutang dan tak ku ketahui, apakah mungkin masih akan ada penagih hutang lagi. Setelah penagih hutang itu pulang, aku gelisah kian tak menentu, raut wajahku prustasi, aku tak punya apa-apa lagi. Sampai larut malam, aku tak bisa tidur memikirkan teko emas itu, serasa aku ingin mencarinya kembali. Namun sayang rasanya tak mungkin. Keesokan harinya aku melihat kuburan suamiku dan tak kusangka teko emas itu bertengger diatas batu nisan. Aku mengambilnya dan kuputuskan tak akan pernah ada yang memintanya lagi.
          Keesokan harinya, seseorang menagih hutang suamiku kepadaku, aku ternganga. Lelaki itu sangat keras membentak-bentak kapalaku. Ia memaksaku membayar hutang suamiku dan akhirnya teko emas satu-satunya itu kuberikan kembali.satu ahri setelah kejadian itu, aku berniat melihat kuburan suamiku lagi, aku ingin mengirimkan sekuntung bunga mawar untuknya, namun aku terkejut teko emas itu bertengger diatas batu nisannya dan kuambil kembali. Aku membawanya kembali dan disimpan ditempat rahasia.
          Satu jam setelah itu, ada seorang laki-laki berlemah-lembut datng kepadaku. Ia amat sopan, bicaranya pun amat bijaksana, ia bertanya tentang diriku dan keluargaku, namun akhirnya ia menagih hutang suamiku dulu. Aku tak mau kehilangan teko emas it dan terpaksa untuk yang terakhir kalinya aku serahkan padanya.
          Aku menangis tersedu-sedu, kolam mataku berlinag air mata, aku segera pergi ke kuburan suamikaua. Aku terkejut, wajhku riang penuh gembira , ternyata teko emas itu bertengger kembali diatas batu nisan suamiku. Lalu aku mengambilnya, sejenak ada kertas warna putih berupa pesan tertulis untukku.
“I LOVE YOU BABEH” .

0 comments:

Post a Comment